ESG adalah singkatan dari Environmental, Social, dan Governance. Ketiga pilar ini menjadi landasan utama dalam pelaporan keberlanjutan perusahaan, mencakup isu-isu non-keuangan yang penting bagi operasi sehari-hari perusahaan. Pada tanggal 21 April 2021, Komisi Eropa mengadopsi paket keuangan berkelanjutan yang mencakup proposal CSRD (Corporate Sustainability Reporting Directive), yang secara signifikan memperluas lingkup pelaporan dibandingkan dengan persyaratan pengungkapan NFRD (Non-Financial Reporting Directive). Mulai tahun 2023, hampir 50.000 perusahaan di Uni Eropa harus melaporkan isu-isu ESG.
Apa itu ESG?
ESG adalah kerangka kerja yang digunakan untuk mengukur dan melaporkan dampak non-keuangan dari kegiatan perusahaan. ESG terdiri dari tiga pilar utama:
- Environmental (Lingkungan): Menilai dampak perusahaan terhadap lingkungan, termasuk emisi gas rumah kaca, penggunaan sumber daya, dan praktik pengelolaan limbah.
- Social (Sosial): Menilai dampak perusahaan terhadap karyawan, komunitas, dan masyarakat luas, mencakup praktik ketenagakerjaan, keselamatan produk, dan standar rantai pasokan.
- Governance (Tata Kelola): Menilai bagaimana perusahaan dikelola, termasuk hak pemegang saham, keragaman dewan, dan perilaku perusahaan seperti praktik anti-persaingan dan korupsi.
Mengapa ESG Penting?
Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, transisi ke ekonomi sirkular, dan ketidaksetaraan yang meningkat, ESG menjadi semakin relevan. Investor, regulator, konsumen, dan karyawan sekarang menuntut agar perusahaan tidak hanya menjadi penjaga modal yang baik tetapi juga modal alam dan sosial. ESG memainkan peran penting dalam keputusan investasi, mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mengamankan modal, baik ekuitas maupun utang.
Pilar Environmental dalam ESG
Di bawah pilar ini, perusahaan melaporkan emisi gas rumah kaca, polusi udara, air, dan tanah. Mereka juga melaporkan penggunaan sumber daya, seperti apakah mereka menggunakan bahan daur ulang atau bahan baru dalam proses produksinya. Pengelolaan sumber daya air dan praktik penggunaan lahan seperti deforestasi juga termasuk dalam pelaporan ini. Perusahaan juga melaporkan dampak positif mereka terhadap keberlanjutan yang dapat memberikan keuntungan bisnis jangka panjang.
Pilar Social dalam ESG
Pilar sosial mencakup bagaimana perusahaan mengelola pengembangan karyawan dan praktik ketenagakerjaan. Mereka melaporkan tentang kewajiban produk terkait keselamatan dan kualitas produk mereka. Selain itu, standar kesehatan dan keselamatan rantai pasokan dan isu-isu sumber yang kontroversial juga dilaporkan. Perusahaan diharapkan melaporkan bagaimana mereka menyediakan akses ke produk dan layanan mereka kepada kelompok sosial yang kurang beruntung.
Pilar Governance dalam ESG
Pilar tata kelola melaporkan hak pemegang saham, keragaman dewan, kompensasi eksekutif, dan bagaimana kompensasi tersebut disesuaikan dengan kinerja keberlanjutan perusahaan. Ini juga mencakup perilaku perusahaan seperti praktik anti-persaingan dan korupsi. Tata kelola yang kuat memastikan perusahaan memiliki kerangka kerja yang mendukung praktik berkelanjutan.
Materialitas dalam Pelaporan ESG
Tidak semua isu ESG memiliki tingkat kepentingan yang sama di setiap sektor ekonomi. Materialitas menentukan isu ESG mana yang signifikan secara finansial dan sosial untuk industri tertentu. Perusahaan melaporkan isu-isu yang relevan secara material yang mempengaruhi kinerja keuangan atau hasil sosial. Konsep materialitas ganda menekankan pentingnya mempertimbangkan isu-isu material secara finansial dan sosial dalam pelaporan ESG.
Bagaimana Melaporkan ESG
Pada mulanya ESG adalah kerangka kerja untuk mengevaluasi pengungkapan terkait keberlanjutan perusahaan yang terdaftar bagi investor. Dengan meningkatnya permintaan informasi terkait ESG, kerangka kerja ESG telah menjadi sinonim dengan pelaporan. Perusahaan biasanya melaporkan dengan menerapkan satu atau lebih kerangka kerja, seperti Global Reporting Initiative (GRI) dan Sustainable Accounting Standards Board (SASB). Pelaporan ESG dilakukan dengan menerbitkan laporan keberlanjutan atau mengungkapkan data melalui situs web yang menunjukkan kinerja ESG perusahaan.
Peran Kerja Hybrid dan ESG
Di era digital ini, konsep kerja hybrid telah menjadi semakin relevan. Kerja hybrid adalah model kerja yang menggabungkan kerja jarak jauh dan kerja di kantor. Model ini memungkinkan karyawan untuk bekerja dari mana saja, mengurangi kebutuhan akan ruang kantor fisik yang besar dan mengurangi jejak karbon perusahaan.
Kerja hybrid memberikan fleksibilitas bagi karyawan dan perusahaan, memungkinkan mereka untuk mengatur waktu dan tempat kerja yang paling efisien. Selain itu, kerja hybrid dapat mengurangi penggunaan energi dan emisi karbon yang terkait dengan perjalanan harian ke kantor. Dengan mengadopsi model kerja hybrid, perusahaan dapat mengurangi jejak karbon mereka dan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.
Mendukung Kerja Hybrid dengan Teknologi
Teknologi memainkan peran penting dalam mendukung kerja hybrid. Platform seperti Zoom, Microsoft Teams, dan Google Workspace memungkinkan karyawan untuk berkolaborasi dan berkomunikasi secara efektif, meskipun mereka berada di lokasi yang berbeda. Selain itu, solusi cloud computing memungkinkan akses ke data dan aplikasi dari mana saja, sehingga memudahkan karyawan untuk bekerja secara fleksibel.
Keuntungan Kerja Hybrid bagi Perusahaan dan Karyawan
Kerja hybrid menawarkan berbagai keuntungan bagi perusahaan dan karyawan. Bagi perusahaan, kerja hybrid dapat mengurangi biaya operasional, seperti biaya sewa kantor dan utilitas. Dengan mengurangi kebutuhan akan ruang kantor fisik yang besar, perusahaan dapat mengalokasikan sumber daya mereka untuk keperluan lain yang lebih strategis.
Bagi karyawan, kerja hybrid memberikan fleksibilitas dalam mengatur waktu dan tempat kerja. Ini dapat meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, mengurangi stres, dan meningkatkan kepuasan kerja. Dengan fleksibilitas ini, karyawan dapat bekerja dengan lebih produktif dan efisien.
Menerapkan ESG dan Kerja Hybrid untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Dengan memahami dan mengadopsi prinsip-prinsip ESG, perusahaan dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil. Kerja hybrid adalah salah satu langkah yang dapat diambil oleh perusahaan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Dengan mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi operasional, perusahaan dapat menunjukkan komitmen mereka terhadap ESG.
ESG di Indonesia
Indonesia juga mulai mengadopsi prinsip-prinsip ESG dalam berbagai sektor. Beberapa perusahaan besar telah mulai melaporkan kinerja ESG mereka untuk menarik investor yang peduli dengan keberlanjutan. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengeluarkan pedoman terkait pelaporan keberlanjutan untuk perusahaan yang terdaftar. Pemerintah Indonesia juga mendorong praktik berkelanjutan melalui berbagai inisiatif dan regulasi yang mendukung prinsip ESG.
Contohnya, PT Pertamina, sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia, telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan efisiensi energi dalam operasinya. Selain itu, beberapa bank di Indonesia, seperti Bank Mandiri dan BCA, telah mulai memasukkan kriteria ESG dalam proses pengambilan keputusan kredit mereka.
Peran Kerja Hybrid dalam Konteks ESG di Indonesia
Di Indonesia, konsep kerja hybrid juga semakin populer, terutama setelah pandemi COVID-19 yang mendorong banyak perusahaan untuk menerapkan kerja jarak jauh. Kerja hybrid di Indonesia dapat membantu mengurangi kemacetan lalu lintas dan polusi udara, yang merupakan masalah besar di kota-kota besar seperti Jakarta.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat memanfaatkan kerja hybrid untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dengan mengurangi perjalanan harian ke kantor, perusahaan juga dapat mengurangi jejak karbon mereka, sejalan dengan prinsip ESG.
Kesimpulan
Kesimpulannya, ESG adalah kerangka kerja yang penting untuk memastikan perusahaan beroperasi secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dalam konteks kerja hybrid, perusahaan dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG dengan mengurangi jejak karbon dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dengan adopsi teknologi dan platform yang relevan, perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat. Di Indonesia, prinsip-prinsip ESG semakin relevan, dengan perusahaan dan pemerintah yang terus mendorong praktik berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik.