Bekerja dari mana saja menjadi begitu populer dalam beberapa tahun terakhir. Apalagi, bagi mereka yang tidak suka menghabiskan waktu di perjalanan yang panjang, bekerja dari lokasi terdekat menjadi jawaban atas masalah tersebut. Fenomena tersebut kini menjadi suatu kebutuhan dan bahkan telah menjadi bentuk strategi bisnis yang progresif. Model hybrid workplace yang diperkenalkan sebagai akibat dari pandemi ini telah membuat setiap orang mampu bekerja dengan baik, di mana pun mereka berada.
Faktanya, hasil penelitian yang dilakukan EY menunjukkan, baik pemberi kerja (47%) maupun karyawan (37%) menunjukkan keinginan untuk bekerja jarak jauh selama dua atau tiga hari per minggu. Namun, jika bisa memilih, separuh karyawan lebih memilih tidak lebih dari satu hari berada di kantor dalam seminggu, dan 34% ingin sepenuhnya bekerja jarak jauh. Hanya seperlima perusahaan yang lebih memilih bekerja secara remote.
Jika melihat data berdasarkan industri, wilayah, usia, dan gender, hasil penelitian juga menunjukkan hal yang layak mendapatkan perhatian tersendiri. Perempuan lebih cenderung memilih bekerja secara remote (49%), dengan bekerja secara hybrid sebagai pilihan kedua (41%). Laki-laki menunjukkan sedikit perbedaan dalam preferensi antara bekerja secara hybrid (42%) dan bekerja secara remote (43%).
Hasil penelitian di atas menunjukkan model kerja hybrid menjadi konsep yang lebih ideal mengakomodir keinginan karyawan dan juga pemberi kerja. Konsep kerja hybrid memungkinkan karyawan keluar dari ruang kantor perusahaan mereka dan menikmati bekerja secara kreatif di mana saja.
Apa itu hybrid workplace? Seperti apa model kerja hybrid itu sebenarnya?
Hybrid workplace, yang dalam bahasa Indonesia berarti tempat kerja hybrid, didefinisikan sebagai model bisnis yang menggabungkan pekerjaan secara remote dengan pekerjaan kantor. Kata kuncinya ada pada kehadiran kelompok inti di lokasi, sementara kelompok inti lainnya bebas untuk datang dan pergi sesuka mereka, tentunya dengan alasan yang wajar.
Pengertian lain dari hybrid workplace adalah lingkungan kerja yang menyediakan pengaturan kerja di mana saja dan kantor sebagai pilihan bagi karyawan untuk memilih ruang kerja mereka. Model ini menawarkan dukungan bagi karyawan berdomisili jauh dari kantor serta fleksibilitas bagi pekerja untuk berpindah di antara dua model kerja tersebut.
Singkatnya tempat kerja hybrid pada umumnya memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kehidupan mereka. Bagi banyak pekerja (dan pemberi kerja), model ini merupakan keseimbangan optimal antara pekerjaan produktif dengan berkurangnya stres. Jangan lupakan juga, ada lebih sedikit perjalanan pulang pergi dilakukan kayawan.
Apakah model kerja semacam ini menjadi keinginan para pekerja?
Di era “new normal” terbaru menunjukkan bahwa karyawan tak sedikit yang enggan kembali ke kantor berurusan dengan semua keribetannya. Bekerja secara hybrid kini menjadi pilihan yang menarik, dan ada dukungan data akan hal tersebut.
Penelitian dilakukan EY melalui pihak ketiga antara Juni dan Agustus 2023 secara online. Sampelnya diambil dari 17,050 karyawan dan 1,575 pemberi kerja dari 25 sektor berbeda dan lebih dari 20 daerah di Amerika, Asia-Pasifik, Eropa, Timur Tengah, India dan Afrika. Hasilnya, pemberi kerja (47%) maupun karyawan (37%) menunjukkan preferensi terbesar untuk bekerja jarak jauh selama dua atau tiga hari per minggu. Namun, jika bisa memilih, separuh karyawan ingin tidak lebih dari satu hari berada di kantor dalam seminggu. Data lain menunjukkan 34% ingin sepenuhnya bekerja jarak jauh. Hanya seperlima perusahaan yang lebih memilih pekerjaan jarak jauh.
Karyawan perempuan juga lebih cenderung memilih pekerjaan jarak jauh (49%), dengan pekerjaan hybrid sebagai pilihan kedua (41%). Laki-laki menunjukkan sedikit perbedaan dalam preferensi antara pekerjaan hybrid (42%) dan pekerjaan remote (43%).
Fenomena hybrid work dan remote juga mengubah cara tim berinteraksi, sekaligus mengubah cara individu menampilkan diri. Kantor juga bertransformasi dari lokasi kerja tunggal dan reguler menjadi destinasi, tempat bersosialisasi hingga mendapatkan pengalaman budaya. Daya tarik suatu kantor fisik kini hanya sebagai lokasi untuk tetap terhubung secara sosial dengan rekan kerja mereka.
Hasil penelitian di atas tentunya tidak mewakili keinginan mayoritas pekerja, namun harus diakui bahwa keinginan karyawan bekerja secara hybrid menjadi fakta yang tidak terelakkan. Hybrid workplace bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.
Apakah keuntungan dari hybrid workplace?
Banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari model hybrid workplace, terutama untuk para pekerja dan pemberi kerja. Hal yang bisa disoroti adalah kesejahteraan karyawan terjaga.
Ambil contoh, dalam hal kepuasan karyawan. Karyawan cenderung menghargai fleksibilitas dan bagaimana model tersebut dapat mengakomodasi kehidupan dan kebutuhan mereka. Karyawan juga akan merasa lebih dipercaya, yang dapat membuat mereka merasa dihargai. Hal ini tentunya berimbas pada tingkat produktivitas yang lebih baik.
Model ini juga memberikan kenyamanan bagi karyawan dalam hal memutuskan kapan mereka ingin pergi ke kantor atau bekerja secara remote. Pemberi kerja juga tetap memiliki staf yang siap berada di kantor saat diperlukan. Dalam hal efisiensi waktu model hybrid workplace juga memungkinkan karyawan bisa mengatur waktu secara efisien.
Tempat kerja hybrid tidak hanya memprioritaskan kesejahteraan karyawan, baik secara mental maupun finansial, tapi juga kepentingan perusahaan dan organisasi. Pihak pemberi kerja, dalam hal ini perusahaan maupun organisasi juga bisa melakukan penghematan anggaran yang relatif besar, terutama terkait biaya properti dan pemeliharaan kantor.
Hybrid workplace juga memiliki kekurangan
Hybrid workplace bukanlah model kerja yang sempurna. Ada beberapa kekurangan yang layak mendapat perhatian. Kebutuhan akan akses internet berkualitas, ruang kerja yang memadai, atau lingkungan bebas gangguan adalah beberapa di antaranya.
Lingkungan hybrid juga menempatkan karyawan yang tidak bekerja di kantor pada posisi yang dirugikan dibandingkan karyawan yang bekerja di kantor. Misalnya, situasi ketika seorang karyawan tidak dapat menghadiri rapat secara langsung. Meskipun bisa bergabung melalui video, ada potensi percakapan sampingan yang mungkin mereka lewatkan.
Ada juga kekhawatiran bahwa karyawan yang ‘dilihat’ di kantor akan dianggap memberikan output yang lebih besar. Karyawan yang bekerja secara remote mungkin merasa kehilangan peluang karena mereka kurang terlihat dibandingkan mereka yang kembali ke kantor. Hal ini bisa menjadi masalah jika yang memimpin adalah mereka yang hadir di kantor. Dengan kata lain, kantor fisik tidak boleh memiliki kekuasaan lebih besar dibandingkan kantor jarak jauh.
Yang tidak kalah penting adalah tantangan yang terkait dengan kolaborasi dan komunikasi. Dengan dua pengalaman berbeda yang harus dikelola, ada peningkatan risiko bahwa satu kelompok mungkin merasa dikucilkan dalam percakapan penting.
Situasi ini menekankan pentingnya rencana tempat kerja hybrid yang kuat dan penilaian tempat kerja hybrid. Jika tidak dilaksanakan dengan benar, tempat kerja hybrid dapat menciptakan kesenjangan antara mereka yang bekerja di kantor dan mereka yang tidak.
Bagaimana model tempat kerja hybrid bisa bekerja?
Keunggulan dari tempat kerja hybrid adalah perusahaan atau organisasi bisa menentukan parameter mereka sendiri mengenai bagaimana modell tersebut akan berjalan. Suatu perusahaan mungkin mengharuskan karyawan terpilih bekerja sepenuhnya di lokasi. Opsi lain dengan meminta beberapa tim untuk mengubah jadwal mereka dan melakukan pelaporan bergantian untuk bekerja di lokasi. Cara lainnya adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja jarak jauh yang hanya perlu datang secara berkala untuk pertemuan tatap muka.
Namun, secara umum, ada beberapa model yang diadopsi oleh sejumlah perusahaan yang sudah mengimplementasikannya. Salah satu model kerja hybrid yang populer adalah 2 WFO + 3 WFA. Model ini menerapkan perusahaan maupun organisasi memiliki sistem dua hari kerja di kantor dan tiga hari lainnya di luar kantor. Opsi lainnya adalah karyawan diizinkan bekerja dari luar kantor di 50% waktunya dengan persetujuan manajer. Model ini memberikan fleksibilitas untuk memenuhi talenta terbaik bila diminta.
Apapun konfigurasinya, tempat kerja hybrid tampaknya memiliki daya tahan dan diperkirakan akan terus berlanjut di masa mendatang.
Bagaimana Deskimo mendukung model kerja ini
Deskimo memiliki semua hal yang dibutuhkan untuk mendukung kerja hybrid dan menjaga produktivitas. Banyak fitur dan layanan yang bisa mendukung perusahaan untuk mengikuti tren kerja hybrid.
Layanan FlexiOffice misalnya, yang mendukung gaya kerja hybrid yang fleksibel. Aplikasi Deskimo juga menjadi platform untuk mencari dan memesan ruang kerja khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan Anda.
Platform Workplace Management System (WMS) memungkinkan perusahaan mengelola semua aspek lingkungan kerja, pekerja, dan aset digital dari platform yang terpusat. Sistem ini juga bisa membantu perusahaan meningkatkan produktivitas, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya, dan menciptakan tenaga kerja yang lebih terhubung.
WMS dari Deskimo juga memiliki fungsi untuk integrasi dengan layanan seperti Slack, Office 365, Okta, dan Google Resources. Dengan demikian, fungsi ini dapat membantu perusahaan bekerja secara efisien dan terhubung.
Deskimo juga memberikan kemudahan dalam hal pembayaran setiap layanan yang ditawarkan. Saat ini, Deskimo Workplace Apps sudah didukung sistem pembayaran Apple Pay dan Google Play, melengkapi sistem pembayaran yang sudah ada.
Dengan solusi dari Deskimo, Anda dapat menghemat biaya sambil tetap memiliki akses ke ruang kantor yang nyaman dan sesuai dengan kebutuhan Anda. Ini adalah langkah cerdas dalam mengikuti perubahan tren kerja modern yang terus berkembang.